TINJAUAN
FILOSOFIS
TENTANG
HEREDITAS DAN LINGKUNGAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Drs. H. Mangun Budiyanto, M. Si
Oleh :
1. Elly Susanti (11470048)
2.
Umi
Haniatul Khamidah (11470063)
3.
Nur
Arifah Ahsanti (11470064)
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
TH 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Berdasarkan HR Bukhari dari Abu Hurairah yang
artinya “setiap anak yang dilahirkan
dalam keadaan fitrah, namun kedua orang tuanya (mewakili lingkunga) mungkin dapat menjadikan orang beragama
Yahudi, Nasrani, atau Majusi,” ini menunjuknya bahwsannya islam mengakui
potensi lingkunganan, pengaruhnya dapat sangat kuat, hingga sangat mengalahkan
fitrah.[1]
Manusia dilahirkan membawa potensi-potensi. Setiap orang yang terlibat dalam
pendidikan islam, terlebih dahulu harus mengerti potensi-potensi ini. Menurut
Jalal perangkat hakikat manusia dalam rangka kajian ilmiah ialah tubuh fisik,
akal, kalbu atau hati, dan jiwa yang dapat ditumbuh kembangkan dalam proses
pendidikan. Manusia dan segala potensinya dalam proses pendidikan islam ialah
manusia yang bebas dan punya tanggung jawab.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian Hereditas dan Lingkungan?
2.
Bagaimana
Hubungan antara Hereditas dan Lingkungan?
3.
Bagaimana
Kebebasan Manusia?
C. TUJUAN RUMUSAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hereditas dan Lingkungan.
2. Untuk Memahami Hubungan antara Hereditas dan
Lingkungan.
3. Untuk Memahami Kebebasan Manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hereditas dan Lingkungan
a. Hereditas
Hereditas
adalah pewarisan atau pemindahan
biologis, karakteristik individu dari pihak orang tua.[2]
Menurut
Witherington, hereditas adalah suatu proses penurunan sifat-sifat atau benih
dari generasi ke generasi lain, melalui plasma benih, bukan dalam bentuk
tingkah laku melainkan struktur tubuh.[3]
Hereditas yang
terjadi pada manusia adalah adanya warisan specific
genes yang berasal
dari orang tua. Genes terhimpun atas beberapa kromosom (colored
bodies) yang berasal dari ayah dan ibu mereka. Dari dua anggota yaitu ayah
dan ibu terdapat kromosom yang didalamnya ada sejumlah genes yang membawa sifat
tertentu dan kemudian menyatu membentuk senyawa yang memiliki sifat-sifat
tertentu pula.
Lalu mulailah
terjadi pembuahan didalam indung telur yang telah bertemu dengan sperma. Dalam
perkembangannya terpisahlah sel yang ada dalam indung telur mulai dengan
dua-dua. Pemisahan ini terus terjadi sampai membentuk organ-organ yang
dibutuhkan untuk menjadi manusia seutuhnya. Pemisahan ini dalam ilmu biologi
disebut dengan mitosis.
Semua itu
karena adanya proses individuasi dan diferensiasi yang sangat identik dengan
hereditas. Diferensiasi berupa pembetukan organ yang secara fisik terdapat pada
diri manusia sebenarnya. Dan pembentukan diferensiasinya sangat tergantung
kepada sifat dan interkasi lingkungan sekuler yang sering disebut dengan differential gradients (kekuatan-kekuatan pengarah
organisme)[4]
b.
Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan
ialah ruang lingkup ekternal yang mempengaruhi orang bersangkutan terkait
dengan berbagai aktivitasnya. Ruang lingkup diluar dirinya itu dapat berupa
manusia selaku individu maupun sosial atau benda-benda seperti air, udara,
cuaca, matahari, langit, bumi, dan benda lainnya. Dapat pula berupa sistem,
institusi, undang-undang, kebiasaan dan sebagainya.[5]
Perlu ditambahkan disini, bahwasannya budaya
seperti cara bergaul dan cara berpakaian, serta produk ilmu pengetahuan
dan teknologi, kususnya TV dengan acara-acaranya, internet, media massa cetak
dan elektronik masuk dalam kategori lingkungan.
Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga
macam lingkungan sebagai tri pusat pendidikan yang sangat terkenal, yaitu:
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga
dan lingkungan (organisasi) masyarakat. Orang sering mengartikan lingkungan
secara sempit, seolah-olah lingkungan hanyalah alam sekitar diluar diri
manusi/individu. Lingkungan itu sebenarnya menyangkut segala materiil dan
stimuli didalam dan diluar diri individu, baik yang bersifat fisiologis,
psikologis maupun sosial-kultural. Dengan demikian, lingkungan dapat diartikan
secara fisiologis, secara psikologis, dan secara sosial-kultural.[6]
Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan materiil
jasmaniah di dalam tubuh seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem
saraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan, makanan, kelenjar-kelenjar
indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani.
Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi yang diterima
oleh individu mulai sejak zaman konsesi, kalahiran sampai matinya. Stimulasi
ini misalnya berupa: sifat-sifat”genes”, interaksi “genes”, selera, keinginan,
perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas
intelektual.
Sevara sosio-kultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi, interaksi
dan kondisi eksternaldalam hubunganya dalam perlakuan ataupun karya orang lain.
Pola hidup keluarga,pergaulan, kelompok, pola hidup masyarakat, latihan,
belajar, pendidikan pengajaran, bimbingan dan penyuluhan, adalah termasuk sebagai lingkungan ini. [7]
B. Hubungan antara Hereditas dan Lingkungan
Antara hereditas dan lingkungan
terjadi hubungan atau interaksi. Setiap faktor hereditas beroperasi dengan cara
yang berbeda-beda menurut kondisi dan keadaan lingkungan yang berbeda-beda
pula. Selain dengan interaksi, hubungan antara hereditas dan lingkungan dapat
pula digambarkan sebagai additive contribution. Menurut pandangan ini,
hereditas dan lingkungan sama-sama menyumbang bagi pertumbuhan dan perkembangan
fisiologi dan bahkan juga tingkah laku individu secara jointly (bersama-sama).
Pertumbuhan dan perkembangan memerlukan kondisi kesehatan jasmani dan rohani
anak.[8]
Ada beberapa teori yang membahas tentang hubungan hereditas
dan lingkungan, yaitu:
1.
Teori Nativisme
Teori ini dipelopori
oleh Schopenhauer, yang menyatakan bahwa perkembangan manusia itu akan
ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktor keturunan yang
merupakan faktor yang dibawa individu pada waktu dilahirkan.
2.
Teori Empirisme
Teori ini dipelopori
oleh John Locke, yang menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan
ditentukan oleh empiri-empirinya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh
selama perkembangan individu itu.
3.
Teori Konvergensi
Teori ini merupakan
gabungan (konvergensi) dari teori nativisme dan empirisme, yaitu suatu teori
yang dikemukakan oleh William Stern baik pembawaan maupun pengalaman atau
lingkungan mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan individu.
Dalam penjelasannya yang sama dengan keterangan diatas yaitu adanya
gabungan antara dua aliran itu. Yaitu Aliran
Konvergensi adalah
aliran yang menganggap bahwa lingkungan dan hereditas adalah sesuatu yang
saling melengkapi. Hereditas adalah sesuatu yang berhubungan dengan keturunan
yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan alam baik yang disekitar maupun
lainnya. Sifat yang dibawa sejak lahir sebagian besar tidak bisa diubah beda
dengan lingkungan yang banyak diubah.
Dalam perkembangannya hereditas dan lingkungan mempunyai sumbangan
dalam kehidupan yaitu dalam bidang pertumbuhan dan perkembangbiakan,
pertumbuhan dan perkembangan mental, kesehatan mental dan emosi serta
kepribadian, dan sikap-sikap, keyakinan, serta nilai-nilai.
Hubungan antara individu dengan lingkunganya sangatlah erat sekali karena
tanpanya lingkungan seorang individu tidak akan bisa bertahan hidup. Lingkungan
itu bisa berupa lingkungan fisik juga bisa berupa lingkungan social. Lingkungan
fisik berupa alam sekitarnya yang sering kita lihat setiap hari, sedangkan
lingkungan social adalah hubungan kita dengan masyarakat sekitar. Dalam
lingkungan social pun dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Hubungan
yang primer adalah hubungan dengan masyarakat sangatlah erat sekali bahkan kita
dapat memahami seperti apa masyarakat itu, bagaimana kehidupannya. Sedangkan
sekunder adalah hubungan yang sekedar hubungan karena kurang eratnya hubungan
dengan masyarakat sekitar kita.
Dengan kurang eratnya dengan masyarakat maka kita tidak akan bisa
menerima apa yang ada dalam masyarakat. Bahkan kita tidak akan dapat memberikan
sesuatu yang baru karean takut menyakiti hati mereka. Keakraban dalam
masyarakat perlu ditanamkan kepada anak sejak mereka kecil agar hubungan
masyarakat tidak renggang antara individu yang satu dengan lainnya.[9]
C. Hakikat Kebebasan Manusia
1.
Arti Kebebasan
Bebas berarti
lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan lain sebagainya sehingga
dapat bergerak, berbicara, dan berbuat dengan leluasa). Membebaskan bermakna
melepaskan dari ikatan, tuntutan, tekanan, hukuman, kekuasaan, dan lain
sebagainya. Sedangkan kebebasan adalah kemerdekaan atau dalam keadaan bebas.
Beberapa
pengertian lain tentang kebebasan adalah sebagai penentuan diri sendiri,
pengendalian diri, pengaturan diri, dan pengarahan diri. Bisa juga sebagai kemampuan
untuk memilih dan kesempatan untuk memenuhi atau memperoleh pilihan.
2.
Kebebasan dan
Tanggungjawab
Ketika kita
membicarakan kebebasan, maka tidak akan pernah lepas dengan persoalan
tanggungjawab. Kedua istilah tersebut merupakan pengertian kembar dan terdapat
hubungan timbal balik yang tidak bisa dilepaskan satu sama lain.
Menurut Riyanto
Sanjiwani, manusia dapat mengambil dua sikap terhadap kebebasan yang berbeda
secara fundamental. Sikap pertama, manusia dapat menyembunyikan kebebasannya
terhadap dirinya dengan berbagai cara. Sikap kedua adalah menerima kebebasannya
dan menerima pengenalan bahwa manusialah asal usul yang mutlak dari tindakan
dan satu-satunya yang bertanggungjawab mutlak terhadap tindakannya.
Jadi, kebebasan mempunyai aturan yang keras, yakni kewajiban untuk menyikapi orang lain yang berbeda dengan setara, dan membuat keunikan diri sendiri terlalu berharga untuk diserahkan dibawah kontrol orang lain.
Jadi, kebebasan mempunyai aturan yang keras, yakni kewajiban untuk menyikapi orang lain yang berbeda dengan setara, dan membuat keunikan diri sendiri terlalu berharga untuk diserahkan dibawah kontrol orang lain.
3.
Macam-Macam Kebebasan
Ditinjau dari
segi jenisnya, kebebasan dapat dibagi manjadi 6 kelompok , yaitu:
a. Kesewenang-wenangan,
yaitu orang disebut bebas bila ia dapat berbuat atau tidak berbuat sesuka
hatinya (sewenang-wenang)
b. Kebebasan
fisik, yaitu jika bebas bergerak kemana saja ia mau tanpa hambatan apapun, tanpa
ada paksaan dari orang lain.
c. Kebebasan
yuridis, yaitu kebebasan yang berkaitan dengan hukum dan harus dijamin hukum.
Bebas dalam arti ini berarti berbicara tentang orang yang tidak dirampas
hak-haknya.
d. Kebebasan
psikologis. Dengan kebebasan psikologis, kita mampu mengembangkan dan
mengarahkan hidup kita sendiri. Kemampuan ini menyangkut kehendak, bahkan
merupakan ciri khasnya. Karena itu, nama lain dari kebebasan psikologis adalah
kehendak bebas. Kebebasan ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia
adalah makhluk berasio.
e. Kebebasan
moral, yaitu kebebasan yang terlepas dari paksaan moral.
f. Kebebasan
eksistensial, yaitu bentuk kebebasan tertinggi dan mencakup seluruh eksistensi
dan pribadi manusia, tidak terbatas pada salah satu aspek saja.
4. Kebebasan
dalam Islam
Dalam islam,
perdebatan soal kebebasan manusia dalam kaitannya dengan tingkah laku manusia
dengan Tuhan sempat mewarnai pengkayaan wacana teologi atau ilmu kalam pada
abad pertengahan. Menurut kaum Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dan
kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan dan
kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Kesadaran penuh
akan kebebasan hanya dapat timbul setelah kebebasan itu dapat dijelmakan dalam
tindakan-tindakan penguasaan dunia. Tetapi ketika manusia tak berdaya terhadap
dunia sekitarnya, maka tidak dapat sampai kepada kesadaran penuh akan
kebebasannya.
Membuktikan kebebasan tidak berarti bahwa kebebasan mau dideduksi dari apa yang langsung terkenal bagi kita. Tetapi orang bertolak dari sebuah pengalaman, yaitu kesadaran manusia akan kebebasannya. Lalu ditanyakan bagaimanakah manusia pada hakikatnya, sehingga pada dia kesadaran akan kebebasannya dapat timbul. Dapat juga ditanyakan apakah kita mengetahui dari sumber lain, misalnya Al Qur’an. Dengan demikian jelaslah bahwa ada bermacam-macam bukti dan pembuktian serta petanggungjawaban. [10]
Membuktikan kebebasan tidak berarti bahwa kebebasan mau dideduksi dari apa yang langsung terkenal bagi kita. Tetapi orang bertolak dari sebuah pengalaman, yaitu kesadaran manusia akan kebebasannya. Lalu ditanyakan bagaimanakah manusia pada hakikatnya, sehingga pada dia kesadaran akan kebebasannya dapat timbul. Dapat juga ditanyakan apakah kita mengetahui dari sumber lain, misalnya Al Qur’an. Dengan demikian jelaslah bahwa ada bermacam-macam bukti dan pembuktian serta petanggungjawaban. [10]
D. Pengaruh Hereditas dan Lingkungan
Terhadap Perkembangan Individu
Setiap perkembangan pribadi seseorang merupakan hasil
interaksi antara hereditas dan lingkungan. Individu dan perkembanganya adalah
produk dari hereditas dan lingkungan. Hereditas dan lingkungan sama-sama
berperan penting bagi perkembangan individu. Dengan adanya saling tergantung
antara hereditas dan lingkungan, hal ini menimbulkan permasalahan yang pelik
bagi para sarjana. Dengan meneliti seseorang secara langsung mereka tidak dapat
mengamati dominasi pengaruh hereditas dan linkunganterhadap warna rambut, warna
kulit, bentuk tengkorak, atau intelegensi seseorang itu. Penelitian baru
berhasil, apabila meneliti sekurang-kurangnya dua orang dengan latar pengalaman
belakang dan pengalaman-pengalaman mereka.
Sifat-sifat yang herediter sangat sukar diubah tetapi untuk pengaruh lingkungan relatif lebih mudan untuk
diubah melalui perbaikan-perbaikan pendidikan, sosial dan politik.
Jadi jelaslah bahwa ada dan sangat mungkin adanya hubungan
dan pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
individu. Hubungan dan pengaruh itu adalah :
1) Dalam bidang pertumbuhan dan
perkembangan fisik:
- Sumbangan hereditas: Tinggi, bentuk,
kerangka, dan struktur badan disebabkan oleh pertumbuhan potensi-potensi atau
sifat-sifat dalam”genes, struktur dari sistem saraf juga dibentuk oleh
pertumbuhan genetis.
- Sumbangan lingkungan: segenap pengaruh hereditas itu dapat di ganggu
oleh lingkungan yang abnormal.
2) Dalam bidang pertumbuhan dan
perkembangan mental
- Sumbangan hereditas: Bukti-bukti
menunjukkan, bahwa anak-anak yang lahir dengan berbagai kapasitas mental,
dengan berbagai potensi musik, melukis, menyanyi, berpidato dan sebagainya,
dalam batas-batas tertentu adalah tumbuh dan berkembang secara genetis.
- Sumbangan lingkungan:
lingkungan-lingkungan yang baik dibutuhkan untuk mengembangkan kapasitas mental
pada taraf yang diharapkan
3) Dalam bidang kesehatan mental dan
emosi serta kepribadian:
- Sumbangan heredita: Walaupun bidang
lingkungan hidup ini sangat berpengaruh, namun manusia dilahirkan dengan
struktur jasmaniah seperti sistem saraf, kelenjar-kelenjar, dan organ-organ
yang semua itu menentukan stabilitas emosi serta membedakan kapasitas mental,
- Sumbangan lingkungan: Apabila
anak-anakyang berasal dari lingkungan rumah sehat dengan suasana keluarga penuh
rasa kasih sayang dan penuh dorongan bagi mereka, maka besar kemingkinanya
bahwa anak-anak itu akan memiliki kesehatan mental dan emosi yang baik. [11]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hereditas
adalah pewarisan atau pemindahan
biologis, karakteristik individu dari pihak orang tua.
Yang
dimaksud dengan lingkungan ialah ruang lingkup ekternal yang mempengaruhi orang
bersangkutan terkait dengan berbagai aktivitasnya.
Antara
hereditas dan lingkungan terjadi hubungan atau interaksi. Setiap faktor
hereditas beroperasi dengan cara yang berbeda-beda menurut kondisi dan keadaan
lingkungan yang berbeda-beda pula.
Bebas berarti lepas sama sekali
(tidak terhalang, terganggu, dan lain sebagainya sehingga dapat bergerak,
berbicara, dan berbuat dengan leluasa). Membebaskan bermakna melepaskan dari
ikatan, tuntutan, tekanan, hukuman, kekuasaan, dan lain sebagainya. Sedangkan
kebebasan adalah kemerdekaan atau dalam keadaan bebas.
Hereditas dan lingkungan sama-sama berperan penting
bagi perkembangan individu. Dengan adanya saling tergantung antara hereditas
dan lingkungan, hal ini menimbulkan permasalahan yang pelik bagi para sarjana.
B.
KRITIK DAN SARAN
Kritik dan saran dalam sebuah makalah
akan membantu penulis untuk memperbaiki keseluruhan makalah yang kurang
sempurna menjadi mendekati sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Asifudi, Ahmad Jana. Mengungkit
pilar-pilar Pendidikan Islam (tinjauan filosufis),(Yogyakarta: SukaPress
UIN Sunan Kalijaga, 2010)
Sumanto, Wasti.
Psikologi Pendidikan. Jakarta(PT.Rineka cipta :2006)
M, Arifin.ed. Psikologi dan beberapa
aspek kehidupan rohaniah manusia. Jakarta (PT.Bulan Bintang: 1976)
Omar Mohamad Al-Thoumy al-Syaibany, trj. Hasan Langgulun, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bulan
Bintang, 1979)
Asifudin, Ahmad Janan. Mengungkit
Pilar-Pilar Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Suka Press UIN Sunan Kalijaga,
2010)
Musdalifah, Psikologi Pendidikan, ( Kudus : STAIN
Kudus, Cet.II, 2009)
http://saidsanadaya.blogspot.com/2010/05/pengaruh-hereditas-dan-lingkungan.html, diakses tanggal 28 Februari 2013 pkl. 04.25
http://supendikok.blog.com/2011/06/25/hereditas-dan-lingkungan/,diakses tanggal 28 Februari 2013, pkl. 04.25
http://
hakikat-hereditaslingkungan-dan.html/, diakses tanggal 25 Februari 2013, pkl: 10.09
Dalyono, M. Psikologi
pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet I, 1997),
[1] DR. Ahmad Jana Asifudi,
MA. Mengungkit pilar-pilar Pendidikan Islam (tinjauan filosufis),(Yogyakarta:
SukaPress UIN Sunan Kalijaga, 2010)hlm 156
[2] Drs. Wasti
sumanto .M.pd. psikologi pendidikan .Jakarta(PT.Rineka cipta :2006) hal 82
[3]
Drs. H.M.Arifin M.ed. psikologi dan beberapa aspek kehidupan rohaniah
manusia.jakarta (PT.Bulan Bintang: 1976)hal 124
[5] Omar Mohamad Al-Thoumy al-Syaibany, trj. Hasan Langgulun, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bulan
Bintang, 1979) hl 137
[6] Dr. Ahmad Janan Asifudin, MA, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Suka Press UIN
Sunan Kalijaga, 2010), hal. 156
[7] Musdalifah, Psikologi Pendidikan, ( Kudus : STAIN Kudus,
Cet.II, 2009), 96
[8]http://saidsanadaya.blogspot.com/2010/05/pengaruh-hereditas-dan-lingkungan.html, diakses tanggal 28 Februari 2013 pkl. 04.25
[9] http://supendikok.blog.com/2011/06/25/hereditas-dan-lingkungan/, diakses tanggal 28 Februari 2013, pkl. 04.25