POWER OF LOVE "MY BLOGGER"

Jumat, 15 Maret 2013

Filsafat Pendidikan Islam


TINJAUAN FILOSOFIS
TENTANG HEREDITAS DAN LINGKUNGAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :  Drs. H. Mangun Budiyanto, M. Si



Oleh :
                      1.   Elly Susanti                          (11470048)     
                      2.   Umi Haniatul Khamidah       (11470063)
                      3.    Nur Arifah Ahsanti              (11470064)


JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
TH 2012/2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Berdasarkan HR Bukhari dari Abu Hurairah yang artinya “setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, namun kedua orang tuanya (mewakili lingkunga) mungkin dapat menjadikan orang beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi,” ini menunjuknya bahwsannya islam mengakui potensi lingkunganan, pengaruhnya dapat sangat kuat, hingga sangat mengalahkan fitrah.[1] Manusia dilahirkan membawa potensi-potensi. Setiap orang yang terlibat dalam pendidikan islam, terlebih dahulu harus mengerti potensi-potensi ini. Menurut Jalal perangkat hakikat manusia dalam rangka kajian ilmiah ialah tubuh fisik, akal, kalbu atau hati, dan jiwa yang dapat ditumbuh kembangkan dalam proses pendidikan. Manusia dan segala potensinya dalam proses pendidikan islam ialah manusia yang bebas dan punya tanggung jawab.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.       Apa pengertian Hereditas dan Lingkungan?
2.      Bagaimana Hubungan antara Hereditas dan Lingkungan?
3.      Bagaimana Kebebasan Manusia?

C.  TUJUAN RUMUSAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hereditas dan Lingkungan.
2. Untuk Memahami Hubungan antara Hereditas dan Lingkungan.
3. Untuk Memahami Kebebasan Manusia





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Hereditas dan Lingkungan
a.  Hereditas
Hereditas adalah pewarisan atau pemindahan biologis, karakteristik individu dari pihak orang tua.[2]
Menurut Witherington, hereditas adalah suatu proses penurunan sifat-sifat atau benih dari generasi ke generasi lain, melalui plasma benih, bukan dalam bentuk tingkah laku melainkan struktur tubuh.[3]
Hereditas yang terjadi pada manusia adalah adanya warisan specific genes yang berasal dari orang tua. Genes terhimpun atas beberapa kromosom (colored bodies) yang berasal dari ayah dan ibu mereka. Dari dua anggota yaitu ayah dan ibu terdapat kromosom yang didalamnya ada sejumlah genes yang membawa sifat tertentu dan kemudian menyatu membentuk senyawa yang memiliki sifat-sifat tertentu pula.
Lalu mulailah terjadi pembuahan didalam indung telur yang telah bertemu dengan sperma. Dalam perkembangannya terpisahlah sel yang ada dalam indung telur mulai dengan dua-dua. Pemisahan ini terus terjadi sampai membentuk organ-organ yang dibutuhkan untuk menjadi manusia seutuhnya. Pemisahan ini dalam ilmu biologi disebut dengan mitosis.
Semua itu karena adanya proses individuasi dan diferensiasi yang sangat identik dengan hereditas. Diferensiasi berupa pembetukan organ yang secara fisik terdapat pada diri manusia sebenarnya. Dan pembentukan diferensiasinya sangat tergantung kepada sifat dan interkasi lingkungan sekuler yang sering disebut dengan differential gradients (kekuatan-kekuatan pengarah organisme)[4]
b.   Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan ialah ruang lingkup ekternal yang mempengaruhi orang bersangkutan terkait dengan berbagai aktivitasnya. Ruang lingkup diluar dirinya itu dapat berupa manusia selaku individu maupun sosial atau benda-benda seperti air, udara, cuaca, matahari, langit, bumi, dan benda lainnya. Dapat pula berupa sistem, institusi, undang-undang, kebiasaan dan sebagainya.[5] Perlu ditambahkan disini, bahwasannya budaya   seperti cara bergaul dan cara berpakaian, serta produk ilmu pengetahuan dan teknologi, kususnya TV dengan acara-acaranya, internet, media massa cetak dan elektronik masuk dalam kategori lingkungan.
Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga macam lingkungan sebagai tri pusat pendidikan yang sangat terkenal, yaitu: lingkungan sekolah, lingkungan  keluarga dan lingkungan (organisasi) masyarakat. Orang sering mengartikan lingkungan secara sempit, seolah-olah lingkungan hanyalah alam sekitar diluar diri manusi/individu. Lingkungan itu sebenarnya menyangkut segala materiil dan stimuli didalam dan diluar diri individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis maupun sosial-kultural. Dengan demikian, lingkungan dapat diartikan secara fisiologis, secara psikologis, dan secara sosial-kultural.[6]
Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan materiil jasmaniah di dalam tubuh seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem saraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan, makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani.
Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi yang diterima oleh individu mulai sejak zaman konsesi, kalahiran sampai matinya. Stimulasi ini misalnya berupa: sifat-sifat”genes”, interaksi “genes”, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual.
Sevara sosio-kultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi, interaksi dan kondisi eksternaldalam hubunganya dalam perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup keluarga,pergaulan, kelompok, pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan pengajaran, bimbingan dan penyuluhan, adalah termasuk sebagai lingkungan ini. [7]

B.  Hubungan antara Hereditas dan Lingkungan
Antara hereditas dan lingkungan terjadi hubungan atau interaksi. Setiap faktor hereditas beroperasi dengan cara yang berbeda-beda menurut kondisi dan keadaan lingkungan yang berbeda-beda pula. Selain dengan interaksi, hubungan antara hereditas dan lingkungan dapat pula digambarkan sebagai additive contribution. Menurut pandangan ini, hereditas dan lingkungan sama-sama menyumbang bagi pertumbuhan dan perkembangan fisiologi dan bahkan juga tingkah laku individu secara jointly (bersama-sama). Pertumbuhan dan perkembangan memerlukan kondisi kesehatan jasmani dan rohani anak.[8]
Ada beberapa teori yang membahas tentang hubungan hereditas dan lingkungan, yaitu:
1.      Teori Nativisme
Teori ini dipelopori oleh Schopenhauer, yang menyatakan bahwa perkembangan manusia itu akan ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktor keturunan yang merupakan faktor yang dibawa individu pada waktu dilahirkan.
2.      Teori Empirisme
Teori ini dipelopori oleh John Locke, yang menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan ditentukan oleh empiri-empirinya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama perkembangan individu itu.
3.      Teori Konvergensi
Teori ini merupakan gabungan (konvergensi) dari teori nativisme dan empirisme, yaitu suatu teori yang dikemukakan oleh William Stern baik pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan individu.
Dalam penjelasannya yang sama dengan keterangan diatas yaitu adanya gabungan antara dua aliran itu. Yaitu Aliran Konvergensi adalah aliran yang menganggap bahwa lingkungan dan hereditas adalah sesuatu yang saling melengkapi. Hereditas adalah sesuatu yang berhubungan dengan keturunan yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan alam baik yang disekitar maupun lainnya. Sifat yang dibawa sejak lahir sebagian besar tidak bisa diubah beda dengan lingkungan yang  banyak diubah.
Dalam perkembangannya hereditas dan lingkungan mempunyai sumbangan dalam kehidupan yaitu dalam bidang pertumbuhan dan perkembangbiakan, pertumbuhan dan perkembangan mental, kesehatan mental dan emosi serta kepribadian, dan sikap-sikap, keyakinan, serta nilai-nilai.
Hubungan antara individu dengan lingkunganya sangatlah erat sekali karena tanpanya lingkungan seorang individu tidak akan bisa bertahan hidup. Lingkungan itu bisa berupa lingkungan fisik juga bisa berupa lingkungan social. Lingkungan fisik berupa alam sekitarnya yang sering kita lihat setiap hari, sedangkan lingkungan social adalah hubungan kita dengan masyarakat sekitar. Dalam lingkungan social pun dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Hubungan yang primer adalah hubungan dengan masyarakat sangatlah erat sekali bahkan kita dapat memahami seperti apa masyarakat itu, bagaimana kehidupannya. Sedangkan sekunder adalah hubungan yang sekedar hubungan karena kurang eratnya hubungan dengan masyarakat sekitar kita.
Dengan kurang eratnya dengan masyarakat maka kita tidak akan bisa menerima apa yang ada dalam masyarakat. Bahkan kita tidak akan dapat memberikan sesuatu yang baru karean takut menyakiti hati mereka. Keakraban dalam masyarakat perlu ditanamkan kepada anak sejak mereka kecil agar hubungan masyarakat tidak renggang antara individu yang satu dengan lainnya.[9]

C.  Hakikat Kebebasan Manusia
1.        Arti Kebebasan
Bebas berarti lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan lain sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara, dan berbuat dengan leluasa). Membebaskan bermakna melepaskan dari ikatan, tuntutan, tekanan, hukuman, kekuasaan, dan lain sebagainya. Sedangkan kebebasan adalah kemerdekaan atau dalam keadaan bebas.
Beberapa pengertian lain tentang kebebasan adalah sebagai penentuan diri sendiri, pengendalian diri, pengaturan diri, dan pengarahan diri. Bisa juga sebagai kemampuan untuk memilih dan kesempatan untuk memenuhi atau memperoleh pilihan.
2.        Kebebasan dan Tanggungjawab
Ketika kita membicarakan kebebasan, maka tidak akan pernah lepas dengan persoalan tanggungjawab. Kedua istilah tersebut merupakan pengertian kembar dan terdapat hubungan timbal balik yang tidak bisa dilepaskan satu sama lain.
Menurut Riyanto Sanjiwani, manusia dapat mengambil dua sikap terhadap kebebasan yang berbeda secara fundamental. Sikap pertama, manusia dapat menyembunyikan kebebasannya terhadap dirinya dengan berbagai cara. Sikap kedua adalah menerima kebebasannya dan menerima pengenalan bahwa manusialah asal usul yang mutlak dari tindakan dan satu-satunya yang bertanggungjawab mutlak terhadap tindakannya.
Jadi, kebebasan mempunyai aturan yang keras, yakni kewajiban untuk menyikapi orang lain yang berbeda dengan setara, dan membuat keunikan diri sendiri terlalu berharga untuk diserahkan dibawah kontrol orang lain.
3.    Macam-Macam Kebebasan
Ditinjau dari segi jenisnya, kebebasan dapat dibagi manjadi 6 kelompok , yaitu:
a.   Kesewenang-wenangan, yaitu orang disebut bebas bila ia dapat  berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya (sewenang-wenang)
b.   Kebebasan fisik, yaitu jika bebas bergerak kemana saja ia mau tanpa hambatan apapun, tanpa ada paksaan dari orang lain.
c.   Kebebasan yuridis, yaitu kebebasan yang berkaitan dengan hukum dan harus dijamin hukum. Bebas dalam arti ini berarti berbicara tentang orang yang tidak dirampas hak-haknya.
d.   Kebebasan psikologis. Dengan kebebasan psikologis, kita mampu mengembangkan dan mengarahkan hidup kita sendiri. Kemampuan ini menyangkut kehendak, bahkan merupakan ciri khasnya. Karena itu, nama lain dari kebebasan psikologis adalah kehendak bebas. Kebebasan ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berasio.
e.   Kebebasan moral, yaitu kebebasan yang terlepas dari paksaan moral.
f.   Kebebasan eksistensial, yaitu bentuk kebebasan tertinggi dan mencakup seluruh eksistensi dan pribadi manusia, tidak terbatas pada salah satu aspek saja.
4.   Kebebasan dalam Islam
Dalam islam, perdebatan soal kebebasan manusia dalam kaitannya dengan tingkah laku manusia dengan Tuhan sempat mewarnai pengkayaan wacana teologi atau ilmu kalam pada abad pertengahan. Menurut kaum Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. 
Kesadaran penuh akan kebebasan hanya dapat timbul setelah kebebasan itu dapat dijelmakan dalam tindakan-tindakan penguasaan dunia. Tetapi ketika manusia tak berdaya terhadap dunia sekitarnya, maka tidak dapat sampai kepada kesadaran penuh akan kebebasannya. 
Membuktikan kebebasan tidak berarti bahwa kebebasan mau dideduksi dari apa yang langsung terkenal bagi kita. Tetapi orang bertolak dari sebuah pengalaman, yaitu kesadaran manusia akan kebebasannya. Lalu ditanyakan bagaimanakah manusia pada hakikatnya, sehingga pada dia kesadaran akan kebebasannya dapat timbul. Dapat juga ditanyakan apakah kita mengetahui dari sumber lain, misalnya Al Qur’an. Dengan demikian jelaslah bahwa ada bermacam-macam bukti dan pembuktian serta petanggungjawaban. [10]

D.      Pengaruh Hereditas dan Lingkungan Terhadap Perkembangan Individu
Setiap perkembangan pribadi seseorang merupakan hasil interaksi antara hereditas dan lingkungan. Individu dan perkembanganya adalah produk dari hereditas dan lingkungan. Hereditas dan lingkungan sama-sama berperan penting bagi perkembangan individu. Dengan adanya saling tergantung antara hereditas dan lingkungan, hal ini menimbulkan permasalahan yang pelik bagi para sarjana. Dengan meneliti seseorang secara langsung mereka tidak dapat mengamati dominasi pengaruh hereditas dan linkunganterhadap warna rambut, warna kulit, bentuk tengkorak, atau intelegensi seseorang itu. Penelitian baru berhasil, apabila meneliti sekurang-kurangnya dua orang dengan latar pengalaman belakang dan pengalaman-pengalaman mereka.
Sifat-sifat yang herediter sangat sukar diubah tetapi untuk  pengaruh lingkungan relatif lebih mudan untuk diubah melalui perbaikan-perbaikan pendidikan, sosial dan politik.
  Jadi jelaslah bahwa ada dan sangat mungkin adanya hubungan dan pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu. Hubungan dan pengaruh itu adalah :
1)     Dalam bidang pertumbuhan dan perkembangan fisik:
-     Sumbangan hereditas: Tinggi, bentuk, kerangka, dan struktur badan disebabkan oleh pertumbuhan potensi-potensi atau sifat-sifat dalam”genes, struktur dari sistem saraf juga dibentuk oleh pertumbuhan genetis.
- Sumbangan lingkungan: segenap pengaruh hereditas itu dapat di ganggu oleh lingkungan yang abnormal.
2)   Dalam bidang pertumbuhan dan perkembangan mental
-      Sumbangan hereditas: Bukti-bukti menunjukkan, bahwa anak-anak yang lahir dengan berbagai kapasitas mental, dengan berbagai potensi musik, melukis, menyanyi, berpidato dan sebagainya, dalam batas-batas tertentu adalah tumbuh dan berkembang secara genetis.
-       Sumbangan lingkungan: lingkungan-lingkungan yang baik dibutuhkan untuk mengembangkan kapasitas mental pada taraf yang diharapkan
3)      Dalam bidang kesehatan mental dan emosi serta kepribadian:
-       Sumbangan heredita: Walaupun bidang lingkungan hidup ini sangat berpengaruh, namun manusia dilahirkan dengan struktur jasmaniah seperti sistem saraf, kelenjar-kelenjar, dan organ-organ yang semua itu menentukan stabilitas emosi serta membedakan kapasitas mental,
-       Sumbangan lingkungan: Apabila anak-anakyang berasal dari lingkungan rumah sehat dengan suasana keluarga penuh rasa kasih sayang dan penuh dorongan bagi mereka, maka besar kemingkinanya bahwa anak-anak itu akan memiliki kesehatan mental dan emosi yang baik. [11]



BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Hereditas adalah pewarisan atau pemindahan biologis, karakteristik individu dari pihak orang tua.
Yang dimaksud dengan lingkungan ialah ruang lingkup ekternal yang mempengaruhi orang bersangkutan terkait dengan berbagai aktivitasnya.
Antara hereditas dan lingkungan terjadi hubungan atau interaksi. Setiap faktor hereditas beroperasi dengan cara yang berbeda-beda menurut kondisi dan keadaan lingkungan yang berbeda-beda pula.
Bebas berarti lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan lain sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara, dan berbuat dengan leluasa). Membebaskan bermakna melepaskan dari ikatan, tuntutan, tekanan, hukuman, kekuasaan, dan lain sebagainya. Sedangkan kebebasan adalah kemerdekaan atau dalam keadaan bebas.
Hereditas dan lingkungan sama-sama berperan penting bagi perkembangan individu. Dengan adanya saling tergantung antara hereditas dan lingkungan, hal ini menimbulkan permasalahan yang pelik bagi para sarjana.

B.  KRITIK DAN SARAN
Kritik dan saran dalam sebuah makalah akan membantu penulis untuk memperbaiki keseluruhan makalah yang kurang sempurna menjadi mendekati sempurna.







DAFTAR PUSTAKA

Asifudi, Ahmad Jana. Mengungkit pilar-pilar Pendidikan Islam (tinjauan filosufis),(Yogyakarta: SukaPress UIN Sunan Kalijaga, 2010)
Sumanto, Wasti. Psikologi Pendidikan. Jakarta(PT.Rineka cipta :2006)
M, Arifin.ed. Psikologi dan beberapa aspek kehidupan rohaniah manusia. Jakarta (PT.Bulan Bintang: 1976)
Omar Mohamad Al-Thoumy al-Syaibany, trj. Hasan Langgulun, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1979)

Asifudin, Ahmad Janan. Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Suka Press UIN Sunan Kalijaga, 2010)

Musdalifah, Psikologi Pendidikan, ( Kudus : STAIN Kudus, Cet.II, 2009)


http://supendikok.blog.com/2011/06/25/hereditas-dan-lingkungan/,diakses tanggal 28 Februari 2013, pkl. 04.25

http:// hakikat-hereditaslingkungan-dan.html/, diakses tanggal 25 Februari 2013, pkl: 10.09

Dalyono, M. Psikologi pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet I, 1997),


[1] DR. Ahmad Jana Asifudi, MA. Mengungkit pilar-pilar Pendidikan Islam (tinjauan filosufis),(Yogyakarta: SukaPress UIN Sunan Kalijaga, 2010)hlm 156
[2] Drs. Wasti sumanto .M.pd. psikologi pendidikan .Jakarta(PT.Rineka cipta :2006) hal 82
[3] Drs. H.M.Arifin M.ed. psikologi dan beberapa aspek kehidupan rohaniah manusia.jakarta (PT.Bulan Bintang: 1976)hal 124
[4]  Wasty Soemanto, 1990, Psikologi pendidikan, Rineka Cipta : Jakarta. Hal. 79
[5] Omar Mohamad Al-Thoumy al-Syaibany, trj. Hasan Langgulun, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1979) hl 137
[6] Dr. Ahmad Janan Asifudin, MA, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Suka Press UIN Sunan Kalijaga, 2010), hal. 156
[7] Musdalifah, Psikologi Pendidikan, ( Kudus : STAIN Kudus, Cet.II, 2009), 96
[9] http://supendikok.blog.com/2011/06/25/hereditas-dan-lingkungan/, diakses tanggal 28 Februari 2013, pkl. 04.25
[10] http:// hakikat-hereditaslingkungan-dan.html/, diakses tanggal 25 Februari 2013, pkl: 10.09
[11] M. Dalyono, Psikologi pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet I, 1997), hlm 146